Senin, 18 Januari 2010

PP 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian

Diskusi Panel PP 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian

JATINANGOR-12/10/09. Disahkan dan diterbitkannya PP 51 mengundang reaksi dari Civitas Akademika Fakultas Farmasi, Unpad sehingga telah dilaksanakan Diskusi panel dan membahasnya. Diskusi panel ini dihadiri oleh Dekan Fakultas, para Pembantu Dekan, Dosen dan Mahasiswa tingkat profesi. Hasil diskusi panel menghasilkan beberapa poin keuntungan dan kerugian sebagai berikut :

Keuntungan :
1. Apoteker yang telah melakukan registrasi akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) sehingga memudahkan mapping untuk apoteker seluruh indonesia (Pasal 1 (20), pasal 39 (1) dan (2)).
2. Posisi yang harus diisi Apoteker di Industri farmasi bagian pemastian mutu/quality assurance (QA) (Pasal 9 (1)). Sebelum PP 51 : posisi QA boleh non-farmasi.
3. Industri Obat Tradisional (IOT) dan pabrik kosmetika harus memiliki minimal 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab (Pasal 9 (2)). Sebelum PP 51 : tidak diharuskan penanggung jawab seorang apoteker.
4. Apoteker dapat menjalankan pelayanan kefarmasian di Puskesmas (Pasal 19). Kondisi tersebut memungkinkan bagi Apoteker yang bekerja di Puskesmas untuk meningkatkan jabatannya menjadi Kepala Puskesmas. Sebelum PP 51 : tidak mengatur pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
5. Keberadaan Apotek Rakyat (yang berada di sekitar jalan Pramuka) bisa menjadi ilegal karena bertentangan dengan PP 51 Pasal 21 (1) dan (2), pasal 51 (1).
6. Apoteker dapat mengangkat seorang apoteker pendamping sehingga pelayanan kefarmasian dapat terjaga kualitasnya sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (Pasal 24). Sebelum PP 51 : tidak ada apoteker pendamping.
7. Peluang pekerjaan bagi apoteker bertambah dengan adanya poin 2, 3 dan 4.
8. Masuknya Apoteker asing ke Indonesia harus menjadi motivasi dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian.

Kerugian :
1. Kewajiban mengurus STRA menambah pengeluaran bagi setiap apoteker (Pasal 39).
2. Dokter dan dokter gigi masih melakukan dispensing pada daerah terpencil (Pasal 22). Definisi daerah terpencil harus diperjelas supaya dispensing yang dilakukan dokter dan dokter gigi menjadi tepat.
3. Substitusi obat merek dagang dengan obat merek dagang lainnya akan menciptakan monopoli perdagangan (Pasal 24 (b)).
4. Masuknya Apoteker asing ke Indonesia akan mempersempit lahan pekerjaan (Pasal 42).
Pembinaan dan pengawasan pelaksanaa pekerjaan Kefarmasian tidak melibatkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) (Pasal 58).

Apoteker Melayani Swamedikasi, Upaya Menuju Dikenal Masyarakat

Apoteker Melayani Swamedikasi, Upaya Menuju Dikenal Masyarakat
Istilah swamedikasi akhir-akhir ini sering terdengar di kalangan masyarakat. Swamedikasi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri. Swamedikasi atau pengobatan sendiri bisa dilakukan untuk menangani penyakit-penyakit ringan, misalnya sakit kepala, demam, sakit gigi, diare, dengan menggunakan obat-obat yang di rumah atau membeli langsung ke toko obat atau ke apotek. Jadi, kalau merasa pusing atau demam, anda bisa langsung minum parasetamol yang ada di kotak obat anda, tentunya setelah mengetahui aturan pakainya. Atau, untuk lebih amannya, anda bisa datang atau telefon ke apotek untuk menanyakan lebih jelas.
Apoteker sendiri telah diberi kewenangan untuk melakukan swamedikasi kepada orang yang datang ke apotek. Pasien menyampaikan keluhan dan gejala yang dirasakan, kemudian Apoteker menginterpretasikan penyakitnya kemudian memilihkan obat atau merujuk ke pelayanan kesehatan lain (rumah sakit, laboratorium, dokter spesialis, dll). Obat yang diberikan Apoteker meliputi obat wajib apotek (OWA, dengan ketentuan dan batasan yang tercantum dalam daftar OWA 1 dan OWA 2, obat bebas terbatas, dan obat bebas. Apoteker hendaknya membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan, serta memberikan informasi penting tentang dosis, cara pakai, kontraindikasi, dan efek samping yang perlu diperhatikan oleh pasien.

Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas kemauan sendiri tanpa nasehat dokter.

Keuntungan swamedikasi adalah tersedia obat yang dapat digunakan di rumah kita dan akan menghemat waktu yang diperlukan untuk pergi ke dokter yang jauh dari tempat tinggal. Kerugiannya bila keluhan yang dialami dinilai salah dan bila penggunaan obat kurang tepat, terlalu lama, atau dalam dosis yang terlalu besar.

Bagaimana cara menggunakan obat?
1.Tablet
Ditelan dengan segelas air, sebaiknya dengan posisi tubuh tegak dan setelah digigit menjadi 3-4 bagian kecil. Jika ditelan tanpa atau terlalu sedikit air atau dalam posisi terbaring, maka terdapat resiko akan tersangkutnya tablet di kerongkongan.
2.Kapsul
Seperti tablet, kapsul diletakkan di atas lidah dan ditelan dengan cukup banyak air dengan posisi tegak, berdiri, atau duduk. Bila sukar ditelan, maka kapsul dilunakkan dalam air untuk beberapa saat dan jangan sampai kedua tabung dibuka untuk mengeluarkan obatnya.
3.Serbuk
Serbuk ditaburkan pada segelas air, aduk agar obat melarut kemudian baru diminum. Bilaslah gelas dengan sedikit air untuk sisa obat yang melekat.
4.Obat kumur
Setiap kali berkumur, selama 2-3 menit agar obat diberi kesempatan untuk bekerja. Sesudahnya obat dikeluarkan dan jangan ditelan.
5.Salep
Dengan tangan yang bersih, keluarkan sedikit obat dan oleskan setipis mungkin pada kulit.
6.Serbuk tabur
Taburkan sedikit pada serbuk pada kulit dan digosok dengan hati-hati.
7.Tetes mata
Terlebih dahulu tangan dicuci dengan baik, kepala didongakkan dan mata diarahkan ke atas. Dengan jari telunjuk, kelopak mata bawah ditarik ke bawah sehingga terbentuk selokan kecil. Wadah dipegang antara jempol, telunjuk, jari tengah dan tangan disandarkan pada dahi tepat di atas mata. Jatuhkan beberapa tetes ke dalam selokan kecil dan dengan jari tengah menekan pada hidung di sisi ujung dalam dari mata supaya tetesan tidak segera mengalir keluar, kemudian mata ditutup selama satu menit.
Untuk anak kecil (kurang dari 10-12 tahun), supaya berbaring dengan mata tertutup rapat. Kemudian jatuhkan satu atau dua tetes pada ujung mata di sisi hidung. Bila anak membuka matanya, tetesan akan masuk dengan sendirinya ke dalam mata.

Kapan dan dengan Apa Obat Harus Diminum?
1. Sebelum atau sesudah makan?
Obat diminum sebelum makan, karena adanya makanan di dalam lambung akan menghambat pelarutan dan penyerapan obat.
Obat diminum sesudah makan atau pada saat makan, karena obat harus melarut dalam lemak agar dapat diserap dengan baik. Jika obat ini diminum pada saat perut kosong, dapat menimbulkan mual dan muntah serta akan mmengiritasi lambung.
2. Berapa kali sehari?
Lama kerja obat berbeda-beda. Ada obat yang diminum1,2,3, aataun 4 kali sehari. Obat yang harus ditelan 1x sehari umumnya ditelan pagi hari, bila tidak diberi petunjuk lain. 2x sehari artinya obat diminum tiap 12 jam, 3x sehari artinya obat diminum tiap 8 jam dan 4x sehari artinya obat diminum tiap 6 jam. Bila takaran 4x sehari sukar diwujudkaan, sebaiknya obat diminum sebelum dan sesudah tidur pada malam hari, serta 2 kali lagi dibagi rata sepanjang hari.
3. Dengan air, limun, atau susu?
Sebaiknya obat diminum dengan air putih. Susu tidak selalu layak diminum dengan obat, karena mengandung kalsium, khususnya zat-zat antibiotik seperti halnya tetrasiklin. Ini karena kalsium dapat mengikat tetrasiklin, sehingga obat dari usus/saluran pencernaan tidak dapat diserap oleh darah.

Bagaimana Cara Menyimpan Obat?
Semua obat sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk, dalam wadah asli dan terlindung dari lembab cahaya.

Tanda-tanda Kerusakan Obat
Suatu obat telah menjadi rusak bial terjadi perubahan warna, larutan yang bening menjadi keruh atau berjamur, bentuk dan baunya berubah. Obat yang rusak tidak boleh diminum, karena akan dapat membentuk zat-zat beracun atau menjadi tidak berefek pada tubuh. Pada waktu membeli obat, sebaiknya dilihat tanggal kadaluwarsanya, juga bungkusan aslinya apakah masih dalam keadaan baik atau sudah rusak.

Antibiotik
Obat yang tergolong antibiotic. Dalam pemakaiannya harus dihabiskan untuk menghindari kambuhnya penyakit. Bila masih ketinggalan sisa akibat dari bagian obat yang tidak habis, maka sisa obat tersebut tidak boleh disimpan.
Pelayanan Obat Non Resep ( SWAMEDIKASI )
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi. Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal.

Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan yang penting di apotek sehubungan dengan perkembangan pelayanan farmasi komunitas yang berorientasi pada asuhan kefarmasian. Pasien mengemukakan keluhan atau gejala penyakit, apoteker hendaknya mampu menginterpretasikan penyakitnya kemudian memilihkan alternatif obat atau merujuk ke pelayanan kesehatan lain.

Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri dan untuk mengatasi masalah kesehatan perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional. Sarana penunjang berupa obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri dan peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi. Apoteker dalam melayani OWA diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang tercantum dalam daftar OWA 1 dan OWA 2 serta wajib pula membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan. Apoteker hendaknya memberikan informasi penting tentang dosis, cara pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

CONTOH KONSELING

Konseling biasanya berlangsung sangat kondisional dan melibatkan beberapa tehnik konseling sekaligus seperti kasus dibawah ini.

Pasien dating
Apoteker : " Ada yang bisa kita bantu?" (attending)
Pasien : " mau beli obat flu merk A" (Obat tersebut mengandung PPA)
Apoteker : "Untuk siapa bu?" (pertanyaan terbuka)
Pasien : " Untuk saya sendiri, berapa harganya ya?"
Apoteker : " Punya penyakit hipertensi?" (pertanyaan tertutup)
Pasien : " Ada, kadang-kadang tensi saya agak tinggi"
Apoteker : " Sampai berapa bu?" (eksplorasi)
Pasien : " Kadang sampai 170"
Apoteker : " Bu, obat tersebut mengandung PPA yang seharusnya tidak diminum oleh
penderita hipertensi" (pemberian informasi, memberikan nasehat)
Pasien : " Ah tidak, pokoknya saya cocoknya obat A tersebut, kalau tidak itu saya tidak
mau"
Apoteker : " Ha3, saya sudah menduga dan saya memahami anda, ibu saya sendiri baru 6
bulan percaya kalau tidak boleh minum obat A, karena ibu saya juga menderita hipertensi"(empati) sambil tersenyum " Mau beli berapa bu? tidak apa-apa tidak percaya, saya menghargai pilihan anda, yang penting saya sudah memberi informasi" (empati)
Pasien : " Beli 3 strip saja" (pasien agak terdiam sambil berpikir)
Apoteker : " Rp3600;- " ada lagi yang bisa dibantu?" (sambil tetap tersenyum)
Pasien : " Pak tidak jadi saja, tolong diberi yang aman buat penderita hipertensi saja"
(sambil malu-malu)
Apoteker : " ha3, pilihan ibu tepat, membeli obat harus mempertimbangkan efek samping,
sebaiknya ibu minum obat B saja karena tidak mengandung PPA" (menilai, menyimpulkan dan mengakhiri konseling)

Dari contoh konseling diatas dapat kita ambil banyak pelajaran. Dan contoh tersebut termasuk contoh konseling yang berhasil. Konseling umumnya berlansung sangat kondisional dan hasilnya sering kali juga tidak bisa kita nilai hanya dengan benar salah. Satu hal yang paling penting dalam konseling kefarmasian adalah mengamankan klien atau pasien dari ESO atau dari bahaya penggunaan sediaan farmasi lain, juga mengamankan dari bahaya penyakit yang diderita pasien atau klien. Oleh karena itu sebagian hasil konseling kefarmasian diapotek adalah rujukan kesarana kesehatan lain seperti praktek dokter atau rumah sakit.

Konseling tersebut juga kategori konseling efektif, karena berjalan sangat singkat, mungkin cuma 2 atau 3 menit saja. Konseling seperti ini dampaknya akan sangat besar bagi pasien dan lingkungannya sendiri, karena manusia adalah makhluk sosial, yang mana umumnya pasien akan mengabarkan hasil ini kepada siapa saja yang ia kenal.

Pada konseling seperti ini seringkali dibutuhkan waktu lebih dari sekedar 2 atau 3 menit, dan kadang kala juga membutuhkan 2 atau 3 kali pertemuan. Pada kasus konseling ini pesan utamanya adalah pasien tidak memahami efek samping obat dan kebutuhan pasien adalah obat yang manjur dan aman sesuai kondisi pasien.

Pamplet (pamflet), Flyer, Poster

1.Pamphlet.
Pamphlet (pamplet) adalah semacam booklet (buku kecil) yang tak berjilid. Mungkin hanya terdiri dari satu lembar yang dicetak di kedua permukaannya. Tapi bisa juga dilipat di bagian tengahnya sehingga menjadi empat halaman. Atau bisa juga dilipat tiga sampai empat kali hingga menjadi beberapa halaman. Jika dilipat menjadi empat, pamphlet itu memiliki nama tersendiri yaitu leaflet. Penggunaan pamphlet atau leaflet umumnya dilakukan untuk pemasaran aneka produk dan juga untuk penyebaran informasi politik.

2.Flyer
Flyer adalah leaflet yang hanya terdiri dari satu lembar. Flyer umumnya memiliki ukuran tak
lebih dari A5 (14,8 cm x 24 cm). Karena selembar flyer mudah disebar di jalanan sambil lalu sehingga melayang-layang sebelum jatuh ke jalan. Tapi flyer juga umum dibagikan pada pengunjung dalam suatu acara tertentu seperti pameran.

3.Poster
Poster adalah selembar publikasi (baik gambar atau teks atau gabungan keduanya) dengan maksud untuk ditempelkan di dinding atau di permukaan yang vertikal. Umumnya ukurannya besar. Yang konvensional ukuran poster adalah 24 x 36 inchi.
Titik awal kemunculan poster adalah ditemukannya teknik litografi (cetak) dan kromatografi (pewarnaan) pada akhir tahun 1780-an. Pada pertengahan abad 19 (tahun 1800-an) poster mulai banyak dibuat di Eropa. Pada tahun 1866 Julius Cheret membuat 1000-an poster untuk promosi pameran, pertunjukan theater, dan produk-produk lain di Paris.

Pengertian beberapa jenis pertemuan

Pengertian beberapa jenis pertemuan :
1. Seminar.
Kata seminar berasal dari kata Latin semin yang berarti “benih”. Jadi, seminar berarti “ tempat benih-benih kebijaksanaan”. Seminar merupakan pertemuan ilmiah yang dengan sistematis mempelajari suatu topik khusus di bawah pimpinan seorang ahli dan berwenang dalam bidang tersebut.
Seminar merupakan suatu pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ketua sidang (guru besar atau seseorang ahli). Pertemuan atau persidangan dalam seminar biasanya menampilkan satu atau beberapa pembicaraan dengan makalah atau kertas kerja masing-masing. Seminar biasanya diadakan untuk membahas suatu masalah secara ilmiah. Yang berpartisipasi pun orang yang ahli dalam bidangnya. Seminar tentang pemasaran suatu produk, tentu dihadiri oleh para pakar bidang pemasaran. Seminar pendidikan tentu saja dihadiri oleh para ahli pendidikan. Sementara itu, peserta berperan untuk menyampaikan pertanyaan, ulasan, dan pembahasan sehingga menghasilkan pemahaman tentang suatu masalah.

2. Diskusi.
Kata diskusi berasal dari bahas Latin discutio atau discusum yang berarti bertukar pikiran. Dalam bahasa Inggris digunakan kata discussion yang berarti perundingan atau pembicaraan.
Dari segi istilah, diskusi berarti perundingan/bertukar pikiran tentang suatu masalah: untuk memahami, menemukan sebab terjadinya masalah, dan mencari jalan keluarnya. Diskusi ini dapat dilakukan oleh dua-tiga orang, puluhan, dan bahkan ratusan orang.
Diskusi adalah sebuah proses tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan kesimpulan/pernyataan/keputusan. Di dalam diskusi selalu muncul perdebatan. Debat ialah adu argumentasi, adu paham dan kemampuan persuasi untuk memenangkan pemikiran/paham seseorang.

3. Simposium.
Simposium merupakan pertemuan terbuka dengan beberapa pembicara yang menyampaikan ceramah pendek mengenai aspek yang berbeda tetapi saling berkaitan tentang suatu masalah. Simposium dipimpin oleh seorang ketua yang bertugas mengatur jalannya diskusi. Pendengar bertanya dan para ahli menjawab.

4. Kolokium.
Beberapa ahli diundang untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan pendengar mengenai topik yang ditentukan. Bedanya dengan simposium, dalam kolokium para ahli tidak mengajukan (makalah) prasaran.
5. Rapat
Rapat adalah pertemuan formal suatu organisasi untuk membahas masalah tertentu agar menghasilkan keputusan sebagai sebuah kebijakan organisasi
6. Diskusi panel
Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang dihadapan sekelompok hadirin mengenai suatu masalah tertentu yang telah dipersiapkannya.

Diskusi Panel adalah sekelompok individu yang membahas topik tentang kelebihan pada masyarakat atau pendengar diskusi.

7. Brainstorming
Brainstorming merupakan cara untuk mencari dan menemukan ide
Pamphlet.
Pamphlet (pamplet) adalah semacam booklet (buku kecil) yang tak berjilid. Mungkin hanya terdiri dari satu lembar yang dicetak di kedua permukaannya. Tapi bisa juga dilipat di bagian tengahnya sehingga menjadi empat halaman. Atau bisa juga dilipat tiga sampai empat kali hingga menjadi beberapa halaman. Jika dilipat menjadi empat, pamphlet itu memiliki nama tersendiri yaitu leaflet. Penggunaan pamphlet atau leaflet umumnya dilakukan untuk pemasaran aneka produk dan juga untuk penyebaran informasi politik.